Senin, 20 Januari 2014




Pengertian demokrasi:

  1. Secara etimologi, demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata demos(rakyat) dan kratos(pemerintah). Jadi, demokrasi berarti pemerintahan rakyat
  2. Secara umum, demokrasi adalah system pemerintahan yang melibatkan rakyat dalam berlangsungnya pemerintahan.
  3. Menurut Abraham Lincoln, demokrasi yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Ciri-ciri demokrasi:

  1. Adanya jaminan HAM (pasal 28A-J UUD 1945)
  2. Adanya jaminan kemerdekaan bagi warga Negara untuk berkumpuldan beroposisi
  3. Perlakuan dan kedudukan sama bagi seluruh warga negara dalam hukum (pasal 27 ayat 1 UUD)
  4. Kekuasaan yang dikontrol oleh rakyat melalui perwakilan yang dipilih rakyat
  5. Jaminan kekuasaan yang telah disepakati bersama
Prinsip-prinsip demokrasi:

  1. Kekuasaan pemerintah dibatasi oleh konstitusi
  2. Pemilu yang bebas, jujur, dan adil (agar mendapat wakil rakyat yang sesuai aspirasi rakyat)
  3. Jaminan Hak Asasi Manusia
  4. Persamaan kedudukan di depan hukum
  5. Peradilan yang jujur dan tidak memihak untuk mencapai keadilan
  6. Kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat
  7. Kebebasan pers

Arti,Ciri, dan Prinsip Demokrasi

Posted at  23.37  |  in    |  Read More»




Pengertian demokrasi:

  1. Secara etimologi, demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata demos(rakyat) dan kratos(pemerintah). Jadi, demokrasi berarti pemerintahan rakyat
  2. Secara umum, demokrasi adalah system pemerintahan yang melibatkan rakyat dalam berlangsungnya pemerintahan.
  3. Menurut Abraham Lincoln, demokrasi yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Ciri-ciri demokrasi:

  1. Adanya jaminan HAM (pasal 28A-J UUD 1945)
  2. Adanya jaminan kemerdekaan bagi warga Negara untuk berkumpuldan beroposisi
  3. Perlakuan dan kedudukan sama bagi seluruh warga negara dalam hukum (pasal 27 ayat 1 UUD)
  4. Kekuasaan yang dikontrol oleh rakyat melalui perwakilan yang dipilih rakyat
  5. Jaminan kekuasaan yang telah disepakati bersama
Prinsip-prinsip demokrasi:

  1. Kekuasaan pemerintah dibatasi oleh konstitusi
  2. Pemilu yang bebas, jujur, dan adil (agar mendapat wakil rakyat yang sesuai aspirasi rakyat)
  3. Jaminan Hak Asasi Manusia
  4. Persamaan kedudukan di depan hukum
  5. Peradilan yang jujur dan tidak memihak untuk mencapai keadilan
  6. Kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat
  7. Kebebasan pers

Pengertian Demokrasi



democracy
Pengertian Demokrasi – Kata demokrasi berasal dari kata demos dan cratein. Demos berarti rakyat, sedangkan cratein berarti kekuasaan atau pemerintahan. Istilah demokrasi sudah dikenal sejak zaman Yunani Kuno. Jadi, pengertian demokrasi adalah pemerintahan rakyat atau pemerintahan yang rakyatnya memegang peranan yang sangat menentukan.

Pengertian Demokrasi

Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat ke-16, mengemukakan bahwa pemerintahan demokrasi adalah pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat (from people, for people, by people). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) demokrasi diartikan sebagai bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya, gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban, serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.
Asas demokrasi yang pertama kali diterapkan di Yunani Kuno pada abad ke-5 sebelum Masehi, yakni di negara kota (polis) Athena pada masa kekuasaan Raja Solon. Demokrasi diterapkan secara langsung dan disebut demokrasi langsung, dimana rakyat bersama-sama berkumpul dan bermusyawarah dalam satu rapat untuk mengambil keputusan bersama. Demokrasi langsung dapat diterapkan di Athena karena wilayahnya relatif sempit dan penduduknya pun tidak terlalu banyak, sehingga mudah untuk dikumpulkan.
Tetapi pada masa sekarang demokrasi langsung tidak mungkin dapat diterapkan karena selain jumlah penduduknya yang terlalu banyak, juga wilayahnya sangat luas.
Istilah demokrasi mengandung makna yang universal, berlaku dimana saja sepanjang negara yang bersangkutan menyebut dirinya sebagai negara demokrasi. Tetapi dalam praktiknya terlihat berlainan bergantung pada faktor sejarah, kebudayaan, dasar negara dan latar belakang lainnya.
Maka bila dilihat dari bentuk partisipasi rakyat, maka demokrasi terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Demokrasi langsung (direct democracy) adalah suatu bentuk pemerintahan dimana pembuatan keputusan politik dilakukan secara langsung oleh rakyat selaku warga Negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.
b. Demokrasi tidak langsung (indirect democracy) adalah suatu bentuk pemerintahan dimana pembuatan keputusan politik dilakukan oleh sebagian kecil orang yang dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum. Rakyat tidak langsung terlibat dalam pembuatan keputusan politik, tetapi didelegasikan atau dilimpahkan kekuasaannya kepada orang-orang yang dipilihnya melalui pemilihan umum.
Namun demikian, Plato dan Aristoteles dua tokoh pemikir zaman Yunani Kuno pernah mengemukakan bahwa demokrasi itu bukanlah sistem politik yang terbaik, karena di dalam demokrasi ada potensi anarkhi (kekerasan). Menurut Plato, bentuk negara yang terbaik adalah monarkhi yaitu negara yang diperintah secara penuh oleh seorang raja dan kekuasaannya diabdikan untuk kepentingan rakyat. Sedangkan Aristoteles menyatakan bahwa sistem republik konstitusional sebagai bentuk yang terbaik.
Seiring berkembangnya zaman, saat ini pemerintahan yang demokratis dianggap sebagai sistem pemerintahan yang terbaik.
Bentuk-bentuk Demokrasi
    1. Demokrasi Parlementer

    Ciri-ciri utama:
  • DPR yang terus menerus melakukan kekuasaan legislatifnya.
  • DPR mengawasi kebijakan pemerintah serta jalannya pemerintahan
  • Pemerintah setiap saat dapat dijatuhkan oleh DPR melalui mosi tidak percaya
Contoh Negara: Inggris
    2. Demokrasi dengan Sistem Presidensial

    Ciri-ciri utama:
  • Kekuasaan eksekutif (pemerintah) dan kekuasaan legislatif (DPR) serta kekuasaan yudikatif (Peradilan) dipisahkan secara tegas.
  • Kepala Negara (Presiden) langsung dipilih oleh rakyat.
Contoh Negara: Amerika Serikat
    3. Demokrasi Rakyat

    Ciri-ciri utama:
  • Lembaga-lembaga demokrasi pada umumnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya, karena kekuasaan ada ditangan sekelompok kecil pimpinan partai.
  • Pada dasarnya rakyat tidak memperoleh hak yang lazimnya didapat dalam sistem demokrasi.
Contoh Negara: RRC
    4. Demokrasi Pancasila

    Ciri-ciri utama:
  • Adanya musyawarah untuk mufakat
  • Dalam sistem pemerintahan berpedoman pada tujuh kunci sistem pemerintahan
Contoh Negara: Indonesia

Pengertian Demokrasi

Posted at  23.35  |  in    |  Read More»

Pengertian Demokrasi



democracy
Pengertian Demokrasi – Kata demokrasi berasal dari kata demos dan cratein. Demos berarti rakyat, sedangkan cratein berarti kekuasaan atau pemerintahan. Istilah demokrasi sudah dikenal sejak zaman Yunani Kuno. Jadi, pengertian demokrasi adalah pemerintahan rakyat atau pemerintahan yang rakyatnya memegang peranan yang sangat menentukan.

Pengertian Demokrasi

Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat ke-16, mengemukakan bahwa pemerintahan demokrasi adalah pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat (from people, for people, by people). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) demokrasi diartikan sebagai bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya, gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban, serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.
Asas demokrasi yang pertama kali diterapkan di Yunani Kuno pada abad ke-5 sebelum Masehi, yakni di negara kota (polis) Athena pada masa kekuasaan Raja Solon. Demokrasi diterapkan secara langsung dan disebut demokrasi langsung, dimana rakyat bersama-sama berkumpul dan bermusyawarah dalam satu rapat untuk mengambil keputusan bersama. Demokrasi langsung dapat diterapkan di Athena karena wilayahnya relatif sempit dan penduduknya pun tidak terlalu banyak, sehingga mudah untuk dikumpulkan.
Tetapi pada masa sekarang demokrasi langsung tidak mungkin dapat diterapkan karena selain jumlah penduduknya yang terlalu banyak, juga wilayahnya sangat luas.
Istilah demokrasi mengandung makna yang universal, berlaku dimana saja sepanjang negara yang bersangkutan menyebut dirinya sebagai negara demokrasi. Tetapi dalam praktiknya terlihat berlainan bergantung pada faktor sejarah, kebudayaan, dasar negara dan latar belakang lainnya.
Maka bila dilihat dari bentuk partisipasi rakyat, maka demokrasi terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Demokrasi langsung (direct democracy) adalah suatu bentuk pemerintahan dimana pembuatan keputusan politik dilakukan secara langsung oleh rakyat selaku warga Negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.
b. Demokrasi tidak langsung (indirect democracy) adalah suatu bentuk pemerintahan dimana pembuatan keputusan politik dilakukan oleh sebagian kecil orang yang dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum. Rakyat tidak langsung terlibat dalam pembuatan keputusan politik, tetapi didelegasikan atau dilimpahkan kekuasaannya kepada orang-orang yang dipilihnya melalui pemilihan umum.
Namun demikian, Plato dan Aristoteles dua tokoh pemikir zaman Yunani Kuno pernah mengemukakan bahwa demokrasi itu bukanlah sistem politik yang terbaik, karena di dalam demokrasi ada potensi anarkhi (kekerasan). Menurut Plato, bentuk negara yang terbaik adalah monarkhi yaitu negara yang diperintah secara penuh oleh seorang raja dan kekuasaannya diabdikan untuk kepentingan rakyat. Sedangkan Aristoteles menyatakan bahwa sistem republik konstitusional sebagai bentuk yang terbaik.
Seiring berkembangnya zaman, saat ini pemerintahan yang demokratis dianggap sebagai sistem pemerintahan yang terbaik.
Bentuk-bentuk Demokrasi
    1. Demokrasi Parlementer

    Ciri-ciri utama:
  • DPR yang terus menerus melakukan kekuasaan legislatifnya.
  • DPR mengawasi kebijakan pemerintah serta jalannya pemerintahan
  • Pemerintah setiap saat dapat dijatuhkan oleh DPR melalui mosi tidak percaya
Contoh Negara: Inggris
    2. Demokrasi dengan Sistem Presidensial

    Ciri-ciri utama:
  • Kekuasaan eksekutif (pemerintah) dan kekuasaan legislatif (DPR) serta kekuasaan yudikatif (Peradilan) dipisahkan secara tegas.
  • Kepala Negara (Presiden) langsung dipilih oleh rakyat.
Contoh Negara: Amerika Serikat
    3. Demokrasi Rakyat

    Ciri-ciri utama:
  • Lembaga-lembaga demokrasi pada umumnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya, karena kekuasaan ada ditangan sekelompok kecil pimpinan partai.
  • Pada dasarnya rakyat tidak memperoleh hak yang lazimnya didapat dalam sistem demokrasi.
Contoh Negara: RRC
    4. Demokrasi Pancasila

    Ciri-ciri utama:
  • Adanya musyawarah untuk mufakat
  • Dalam sistem pemerintahan berpedoman pada tujuh kunci sistem pemerintahan
Contoh Negara: Indonesia


TOKOH Tua PDI-P Deklarasi Pro Jokowi

Joko Widodo. [www.lensaindonesia.com]


[KARANGANYAR] Sekitar 400 orang dari para tokoh tua PDI-P yang berasal dari berbagai daerah di Jawa Tengah mendeklarasikan untuk menjadi sebagai "Relawan Pro Joko Widodo (Jokowi) Calon Presiden 2014," di Karanganyar, Jawa Tengah, Senin (20/1).

"Deklarasi ini tidak ingin membenturkan semangat rakyat dengan PDI Perjuangan, yang penting ingin mengantarkan Jokowi sampai menjadi calon Presiden 2014 dari partai ini," kata Gunawan Wiro Sarojo pemerkarsa deklarasi tersebut, disela-sela acara tersebut, di Karanganyar.

Ia mengatakan dari para tokoh tua PDI Perjuangan yang tersebar di berbagai daerah ini nantinya akan membentuk posko-posko dukungan Jokowi untuk memenangkan Jokowi menjadi Presiden pada Pemilu mendatang, dan dari paratokoh yang hadir dalam pertemuan ini juga akan meminta kepada induk organisasi partai untuk tidak ragu-ragu lagi memberikan rekomendasi kepada Jokowi yang sekarang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta untuk dijadikan sebagai calon Presiden Pemilu mendatang.

"Para tokoh tua PDI Perjuangan sudah turun kelapangan dan menanyakan kepada masyarakat mengenai pencalonan presiden pada pemilu mendatang dan mereka sebagian besar telah menghendaki figur Jokowi," kata Gunawan yang juga salah satu mantan Ketua DPP PDI Perjuangan.

"Saya bersama kawan-kawan orang PDI Perjuangan dan jelas dengan aspirasi ini tidak mungkin akan merugikan partai dan bahkan kami sebaliknya untuk memberikan dukungan PDI Perjuangan sepenuhnya. Gerakan ini juga dilakukan secara spontanitas," katanya.

Ia mengatakan Jokowi selain menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, sekarang ini juga memegang sebagai Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah.

"Jadi kami memberikan dukungan kepada Jokowi juga tidak salah dan acara ini sendiri juga sudah dilaporkan kepada para petinggi partai yang ada di DPP PDI Perjuangan di Jakarta," katanya.

"Deklarasi mengenai dukungan kepada Jokowi untuk dicalonkan sebagai Presiden Pemilu mendatang ini nanti juga akan di kirimkan kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri," kata Gunawan sambil menambahkan sepulangnya acara ini mereka nanti juga akan langsung mendirikan Posko Jokowi untuk menjadi calon Presiden Pemilu mendatang dan semua akan bekerja semaksimal mungkin untuk memenangkannya. [Ant/L-8]

TOKOH Tua PDI-P Deklarasi Pro Jokowi

Posted at  22.45  |  in    |  Read More»


TOKOH Tua PDI-P Deklarasi Pro Jokowi

Joko Widodo. [www.lensaindonesia.com]


[KARANGANYAR] Sekitar 400 orang dari para tokoh tua PDI-P yang berasal dari berbagai daerah di Jawa Tengah mendeklarasikan untuk menjadi sebagai "Relawan Pro Joko Widodo (Jokowi) Calon Presiden 2014," di Karanganyar, Jawa Tengah, Senin (20/1).

"Deklarasi ini tidak ingin membenturkan semangat rakyat dengan PDI Perjuangan, yang penting ingin mengantarkan Jokowi sampai menjadi calon Presiden 2014 dari partai ini," kata Gunawan Wiro Sarojo pemerkarsa deklarasi tersebut, disela-sela acara tersebut, di Karanganyar.

Ia mengatakan dari para tokoh tua PDI Perjuangan yang tersebar di berbagai daerah ini nantinya akan membentuk posko-posko dukungan Jokowi untuk memenangkan Jokowi menjadi Presiden pada Pemilu mendatang, dan dari paratokoh yang hadir dalam pertemuan ini juga akan meminta kepada induk organisasi partai untuk tidak ragu-ragu lagi memberikan rekomendasi kepada Jokowi yang sekarang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta untuk dijadikan sebagai calon Presiden Pemilu mendatang.

"Para tokoh tua PDI Perjuangan sudah turun kelapangan dan menanyakan kepada masyarakat mengenai pencalonan presiden pada pemilu mendatang dan mereka sebagian besar telah menghendaki figur Jokowi," kata Gunawan yang juga salah satu mantan Ketua DPP PDI Perjuangan.

"Saya bersama kawan-kawan orang PDI Perjuangan dan jelas dengan aspirasi ini tidak mungkin akan merugikan partai dan bahkan kami sebaliknya untuk memberikan dukungan PDI Perjuangan sepenuhnya. Gerakan ini juga dilakukan secara spontanitas," katanya.

Ia mengatakan Jokowi selain menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, sekarang ini juga memegang sebagai Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah.

"Jadi kami memberikan dukungan kepada Jokowi juga tidak salah dan acara ini sendiri juga sudah dilaporkan kepada para petinggi partai yang ada di DPP PDI Perjuangan di Jakarta," katanya.

"Deklarasi mengenai dukungan kepada Jokowi untuk dicalonkan sebagai Presiden Pemilu mendatang ini nanti juga akan di kirimkan kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri," kata Gunawan sambil menambahkan sepulangnya acara ini mereka nanti juga akan langsung mendirikan Posko Jokowi untuk menjadi calon Presiden Pemilu mendatang dan semua akan bekerja semaksimal mungkin untuk memenangkannya. [Ant/L-8]

Sejarah Lagu Indonesia Raya

Lagu ini di zaman Belanda sempat menghebohkan, tahun 1930 Indonesia Raja dilarang dinyanyikan umum.

indonesia rayaSyair lagu Indonesia Raya (photobucket).

28 Oktober 1928 malam, di gedung Jl. Kramat Raya 106 Batavia, pemuda Wage Rudolf Supratman (9 Maret 1903 – 17 Agustus 1938) menyebarkan lirik konsep suatu lagu kepada hadirin di sana. Pada malam penutupan Kongres Pemoeda itu pada Desember 1928, Supratman dengan gesekan biolanya mengiringi sebarisan paduan suara, mengetengahkan lagu ciptaannya berjudulIndonesia Raja. Dua bulan kemudian ode (lagu pujian perjuangan) tersebut menjadi amat populer, terutama dipelopori anggota Kepanduan Bangsa Indonesia, sebab dalam lirik ode tersebut ada kalimat “jadi pandu ibuku”.
Supratman, putra Sersan KNIL Djoermeno Senen Sastrosoehardjo, di saat itu memang sudah dikenal sebagai komponis, serta wartawan dan penulis muda berbakat. Berkat pergaulannya cukup luas di kalangan kaum muda, hatinya tergerak untuk menciptakan ode itu, walau kemudian oleh beberapa pengamat, dikatakan lagu Indonesia Raya itu terpengaruh La Marseille – ciptaan Rouget de L’isle (1922).
Lagu ini di zaman Belanda sempat menghebohkan, tahun 1930 Indonesia Raja dilarang dinyanyikan umum, karena dianggap mengganggu ketertiban dan keamanan. Supratman diinterogasi dan ditanya mengapa memakai kata “merdeka, merdeka”. Dia menjawab kata-kata itu diubah pemuda lainnya, sebab lirik aslinya “moelia, moelia”. Protes pun berdatangan, sampai volksraad turun tangan. Akhirnya laguIndonesia Raya minus lirik “merdeka, merdeka” boleh dinyanyiakn, asal dalam ruangan tertutup!
Menjelang ujung umurnya, setelah menciptakan lagu Dari Barat Sampai ke TimurBendera Kita, Ibu Kita Kartini dan lainnya, Supratman pada 7 Agustus 1938 ditangkap Belanda di Surabaya, gara-gara lagunyaMatahari Terbit yang dianggap mengandung “simpati” terhadap Kekaisaran Jepang. Lagu itu pun dilarang diperdengarkan di muka umum. Tak lama kemudian, W.R. Supratman yang dinyatakan ekstrem ini wafat.
Jepang menduduk Indonesia tahun 1942. Lagu Indonesia Raya segera dilarang dikumandangkan, walau sebelumnya Jepang sempat mengudarakan lagu ini lewat Radio Jepang – untuk mengambil hati “saudara mudanya”. Tapi setelah merasa kedudukannya goyah, Jepang membentuk Panitia Lagu Kebangsaan pada tahun 1944.
Naskah asli Supratman tahun 1928, kemudian diubah beberapa kata-katanya. Namun, perubahan cukup besar terjadi pada refrain lagu 1928 : Indones’, Indones’ Moelia, Moelia Tanahkoe, negrikoe yang Koetjinta Indones’, Indones’ Moelia Moelia, Hidoeplah Indonesia Raja, menjadi: “Indonesia Raya, Merdeka Merdeka, Tanahku, Negriku yang Kucinta, Indonesia Raya, Merdeka Merdeka, Hiduplah Indonesia Raya” (dalam versi 1944).
Setelah Jepang angkat kaki dari Indonesia, namun sampai Agustus 1948 belum ada keseragaman, hingga dibentuklah Panitia Indonesia Raya pada 16 November 1948. Baru pada 26 Juni 1958 keluar peraturan pemerintah tentang lagu Indonesia Raya dalam enam bab khusus yang mengatur tata tertib, sampai keseragaman nada, irama, kata, dan gubahan lagu.
Inilah sekilas “riwayat” lagu Indonesia Raya kita.

Sejarah Lagu Indonesia Raya

Posted at  22.39  |  in    |  Read More»

Sejarah Lagu Indonesia Raya

Lagu ini di zaman Belanda sempat menghebohkan, tahun 1930 Indonesia Raja dilarang dinyanyikan umum.

indonesia rayaSyair lagu Indonesia Raya (photobucket).

28 Oktober 1928 malam, di gedung Jl. Kramat Raya 106 Batavia, pemuda Wage Rudolf Supratman (9 Maret 1903 – 17 Agustus 1938) menyebarkan lirik konsep suatu lagu kepada hadirin di sana. Pada malam penutupan Kongres Pemoeda itu pada Desember 1928, Supratman dengan gesekan biolanya mengiringi sebarisan paduan suara, mengetengahkan lagu ciptaannya berjudulIndonesia Raja. Dua bulan kemudian ode (lagu pujian perjuangan) tersebut menjadi amat populer, terutama dipelopori anggota Kepanduan Bangsa Indonesia, sebab dalam lirik ode tersebut ada kalimat “jadi pandu ibuku”.
Supratman, putra Sersan KNIL Djoermeno Senen Sastrosoehardjo, di saat itu memang sudah dikenal sebagai komponis, serta wartawan dan penulis muda berbakat. Berkat pergaulannya cukup luas di kalangan kaum muda, hatinya tergerak untuk menciptakan ode itu, walau kemudian oleh beberapa pengamat, dikatakan lagu Indonesia Raya itu terpengaruh La Marseille – ciptaan Rouget de L’isle (1922).
Lagu ini di zaman Belanda sempat menghebohkan, tahun 1930 Indonesia Raja dilarang dinyanyikan umum, karena dianggap mengganggu ketertiban dan keamanan. Supratman diinterogasi dan ditanya mengapa memakai kata “merdeka, merdeka”. Dia menjawab kata-kata itu diubah pemuda lainnya, sebab lirik aslinya “moelia, moelia”. Protes pun berdatangan, sampai volksraad turun tangan. Akhirnya laguIndonesia Raya minus lirik “merdeka, merdeka” boleh dinyanyiakn, asal dalam ruangan tertutup!
Menjelang ujung umurnya, setelah menciptakan lagu Dari Barat Sampai ke TimurBendera Kita, Ibu Kita Kartini dan lainnya, Supratman pada 7 Agustus 1938 ditangkap Belanda di Surabaya, gara-gara lagunyaMatahari Terbit yang dianggap mengandung “simpati” terhadap Kekaisaran Jepang. Lagu itu pun dilarang diperdengarkan di muka umum. Tak lama kemudian, W.R. Supratman yang dinyatakan ekstrem ini wafat.
Jepang menduduk Indonesia tahun 1942. Lagu Indonesia Raya segera dilarang dikumandangkan, walau sebelumnya Jepang sempat mengudarakan lagu ini lewat Radio Jepang – untuk mengambil hati “saudara mudanya”. Tapi setelah merasa kedudukannya goyah, Jepang membentuk Panitia Lagu Kebangsaan pada tahun 1944.
Naskah asli Supratman tahun 1928, kemudian diubah beberapa kata-katanya. Namun, perubahan cukup besar terjadi pada refrain lagu 1928 : Indones’, Indones’ Moelia, Moelia Tanahkoe, negrikoe yang Koetjinta Indones’, Indones’ Moelia Moelia, Hidoeplah Indonesia Raja, menjadi: “Indonesia Raya, Merdeka Merdeka, Tanahku, Negriku yang Kucinta, Indonesia Raya, Merdeka Merdeka, Hiduplah Indonesia Raya” (dalam versi 1944).
Setelah Jepang angkat kaki dari Indonesia, namun sampai Agustus 1948 belum ada keseragaman, hingga dibentuklah Panitia Indonesia Raya pada 16 November 1948. Baru pada 26 Juni 1958 keluar peraturan pemerintah tentang lagu Indonesia Raya dalam enam bab khusus yang mengatur tata tertib, sampai keseragaman nada, irama, kata, dan gubahan lagu.
Inilah sekilas “riwayat” lagu Indonesia Raya kita.

Minggu, 06 Oktober 2013

Majelis Kehormatan Segera Bahas Nasib Ketua MK


PDF  Print  E-mail
Majelis Kehormatan Segera Bahas Nasib Ketua MK
Petugas KPK membawa tas yang berisi uang suap Ketua MK. Foto: INU
Peran Mahkamah konstitusi (MK) sangat kuat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Putusan MK fundamental, final, dan mengikat. Oleh karena itu tidak boleh ada kesalahan ataupun penyimpangan dalam pengambilan keputusan.
"Peran MK memang kuat, putusannya final dan mengikat. Dan yang diputus adalah isu yang fundamental," Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan hal ini pada bagian lain keterangan persnya terkait penangkapan Ketua MK oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Kantor Presiden, Kamis (3/10) siang seperti dikutip www.presidenri.go.id.
Oleh KPK, Akil ditetapkan sebagai tersangka terkait dua sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Kabupaten Lebak, Banten. Penetapan dilakukan KPK setelah penyelidik melakukan gelar perkara dengan pimpinan KPK, Kamis (3/10) jam 11.00 WIB.
Penyampaian penetapan tersangka itu dilakukan oleh Abraham Samad (Ketua KPK) didampingi Wakil Ketua Bambang Widjojanto dan Deputi Penindakan Warih Sadono. Pimpinan KPK mengundang Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dalam konferensi pers tersebut. “Wakil Ketua MK yang mengutus saya datang ke KPK,” ujar Patrialis.
Abraham mengatakan Akil diduga menerima suap dari Bupati Gunung Mas hingga mencapai Rp3 miliar serta Rp1 miliar dari Tubagus C Wardhana, suami dari Bupati Tangerang Selatan, Banten, Airin Rachmy Diany.
Dia bersama Chairunissa, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ditetapkan sebagai tersangka penerima suap terkait sengketa Pilkada Gunung Mas. “Disangka dengan Pasal 12 huruf c UU No.20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP atau  Pasal 6 ayat (2) jo Pasal 55 yat (1) kesatu KUHP,” urait Abraham.
Sedangkan Bupati Gunung Mas, Hamid Bintih dan Cornelis Nalau, seorang pengusaha dari Palangkaraya, Kalteng ditetapkan sebagai tersangka pemberi. Keduanya dikenakan Pasal 6 ayat (1) UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.
Dalam sengketa Pilkada Lebak, Akil ditetapkan sebagai tersangka dengan seorang advokat bernama Susi Tur Handayani. Keduanya ditetapkan sebagai penerima suap dengan Pasal sangkaan Pasal 12 huruf c UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP atau Pasal 6 ayat (2) jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.
KPK menyangka Tubagus dan kawan-kawan sebagai tersangka pemberi suap. Dia disangka dengan Pasal 6 ayat (1) UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP. Tubagus diketahui sebagai adik kandung dari Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah.
Bambang Widjojanto menambahkan, sejak awal September sudah ada laporan dari masyarakat akan rencana suap ini. Sehingga tim KPK memantau Akil dan mereka yang akan bertransaksi. Kemudian pada 2 Oktober 2013 tim memantau rumah dinas Akil di Jl Widya Chandra 3, Jakarta Selatan sekira 22.00 WIB sebuah mobil Fortuner warna putih mendatangi rumah itu. Mobil tersebut dikemudikan suami Chairunissa dan langsung disilakan masuk tuan rumah. Tim KPK tak berapa lama masuk ke rumah dan diketahui ada amplop coklat dalam rumah itu dan setelah dibuka berisi uang dalam pecahan dolar AS dan dolar Singapura dengan total Rp3 miliar.
Sedangkan dalam sengketa Pilkada Lebak, Susi yang juga kenalan Akil menerima uang dari Tubagus. Uang diserahkan dari F ke Susi di Apartemen Aston lalu disimpan si pengacara di rumah orang tuanya di kawasan Tebet, Jaksel. Lalu dia berangkat ke Lebak pada Kamis (2/10) siang tanpa disadari diikuti tim KPK lalu menangkapnya di Lebak. Karena tak ditemukan uang, tim mencari ke rumah orang tua Susi dan ditemukan uang ratusan ribu rupiah di dalam travel bag bergaris biru dengan total Rp1 miliar untuk diserahkan pada Akil. Sedangkan Tubagus ditangkap, Rabu (2/10) malam di rumah di Jl Denpasar, Jakarta Selatan.
Patrialis pada kesempatan itu menyatakan, MK menjadi lembaga penegak keadilan dalam proses demokrasi. “Jangan karena perilaku satu orang MK sebagai lembaga hancur. Masyarakat harus tetap mempercayai lembaga MK,” paparnya.
Dia menyatakan MK membentuk majelis kehormatan untuk memberikan sanksi pada Akil. Majelis ini dibentuk untuk menangani pelanggaran etik dan administrasi hakim konstitusi dengan hukuman maksimal pemberhentian. “Mulai bekerja besok, Jumat (4/10),” paparnya.

Menurutnya MK menghormati proses hukum yang dilakukan KPK. “Tapi, kewenangan pemberhentian hakim konstitusi yang melakukan pelanggaran adalah ranah majelis kehormatan, bukan proses hukum KPK,” tegasnya. 

Majelis Kehormatan Segera Bahas Nasib Ketua MK (Mahkamah Konstitusi)

Posted at  22.41  |  in    |  Read More»

Majelis Kehormatan Segera Bahas Nasib Ketua MK


PDF  Print  E-mail
Majelis Kehormatan Segera Bahas Nasib Ketua MK
Petugas KPK membawa tas yang berisi uang suap Ketua MK. Foto: INU
Peran Mahkamah konstitusi (MK) sangat kuat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Putusan MK fundamental, final, dan mengikat. Oleh karena itu tidak boleh ada kesalahan ataupun penyimpangan dalam pengambilan keputusan.
"Peran MK memang kuat, putusannya final dan mengikat. Dan yang diputus adalah isu yang fundamental," Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan hal ini pada bagian lain keterangan persnya terkait penangkapan Ketua MK oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Kantor Presiden, Kamis (3/10) siang seperti dikutip www.presidenri.go.id.
Oleh KPK, Akil ditetapkan sebagai tersangka terkait dua sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Kabupaten Lebak, Banten. Penetapan dilakukan KPK setelah penyelidik melakukan gelar perkara dengan pimpinan KPK, Kamis (3/10) jam 11.00 WIB.
Penyampaian penetapan tersangka itu dilakukan oleh Abraham Samad (Ketua KPK) didampingi Wakil Ketua Bambang Widjojanto dan Deputi Penindakan Warih Sadono. Pimpinan KPK mengundang Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dalam konferensi pers tersebut. “Wakil Ketua MK yang mengutus saya datang ke KPK,” ujar Patrialis.
Abraham mengatakan Akil diduga menerima suap dari Bupati Gunung Mas hingga mencapai Rp3 miliar serta Rp1 miliar dari Tubagus C Wardhana, suami dari Bupati Tangerang Selatan, Banten, Airin Rachmy Diany.
Dia bersama Chairunissa, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ditetapkan sebagai tersangka penerima suap terkait sengketa Pilkada Gunung Mas. “Disangka dengan Pasal 12 huruf c UU No.20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP atau  Pasal 6 ayat (2) jo Pasal 55 yat (1) kesatu KUHP,” urait Abraham.
Sedangkan Bupati Gunung Mas, Hamid Bintih dan Cornelis Nalau, seorang pengusaha dari Palangkaraya, Kalteng ditetapkan sebagai tersangka pemberi. Keduanya dikenakan Pasal 6 ayat (1) UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.
Dalam sengketa Pilkada Lebak, Akil ditetapkan sebagai tersangka dengan seorang advokat bernama Susi Tur Handayani. Keduanya ditetapkan sebagai penerima suap dengan Pasal sangkaan Pasal 12 huruf c UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP atau Pasal 6 ayat (2) jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.
KPK menyangka Tubagus dan kawan-kawan sebagai tersangka pemberi suap. Dia disangka dengan Pasal 6 ayat (1) UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP. Tubagus diketahui sebagai adik kandung dari Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah.
Bambang Widjojanto menambahkan, sejak awal September sudah ada laporan dari masyarakat akan rencana suap ini. Sehingga tim KPK memantau Akil dan mereka yang akan bertransaksi. Kemudian pada 2 Oktober 2013 tim memantau rumah dinas Akil di Jl Widya Chandra 3, Jakarta Selatan sekira 22.00 WIB sebuah mobil Fortuner warna putih mendatangi rumah itu. Mobil tersebut dikemudikan suami Chairunissa dan langsung disilakan masuk tuan rumah. Tim KPK tak berapa lama masuk ke rumah dan diketahui ada amplop coklat dalam rumah itu dan setelah dibuka berisi uang dalam pecahan dolar AS dan dolar Singapura dengan total Rp3 miliar.
Sedangkan dalam sengketa Pilkada Lebak, Susi yang juga kenalan Akil menerima uang dari Tubagus. Uang diserahkan dari F ke Susi di Apartemen Aston lalu disimpan si pengacara di rumah orang tuanya di kawasan Tebet, Jaksel. Lalu dia berangkat ke Lebak pada Kamis (2/10) siang tanpa disadari diikuti tim KPK lalu menangkapnya di Lebak. Karena tak ditemukan uang, tim mencari ke rumah orang tua Susi dan ditemukan uang ratusan ribu rupiah di dalam travel bag bergaris biru dengan total Rp1 miliar untuk diserahkan pada Akil. Sedangkan Tubagus ditangkap, Rabu (2/10) malam di rumah di Jl Denpasar, Jakarta Selatan.
Patrialis pada kesempatan itu menyatakan, MK menjadi lembaga penegak keadilan dalam proses demokrasi. “Jangan karena perilaku satu orang MK sebagai lembaga hancur. Masyarakat harus tetap mempercayai lembaga MK,” paparnya.
Dia menyatakan MK membentuk majelis kehormatan untuk memberikan sanksi pada Akil. Majelis ini dibentuk untuk menangani pelanggaran etik dan administrasi hakim konstitusi dengan hukuman maksimal pemberhentian. “Mulai bekerja besok, Jumat (4/10),” paparnya.

Menurutnya MK menghormati proses hukum yang dilakukan KPK. “Tapi, kewenangan pemberhentian hakim konstitusi yang melakukan pelanggaran adalah ranah majelis kehormatan, bukan proses hukum KPK,” tegasnya. 



Akuntabilitas Law Enforcement
Oleh : Drs. M. Sofyan Lubis, SH.

Penegakan hukum yang akuntabel dapat diartikan sebagai suatu upaya pelaksanaan penegakan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, bangsa dan negara yang menyangkut atau berkaitan terhadap adanya kepastian hukum dalam sistem hukum yang berlaku, kemanfaatan hukum dan keadilan bagi masyarakat. Proses penegakan hukum tidak pula dapat dipisahkan dengan sistem hukum itu sendiri. Sedang sistem hukum dapat diartikan merupakan bagian-bagian proses / tahapan yang saling bergantung yang harus dikerjakan atau dijalankan serta dipatuhi oleh Penegak Hukum dan Masyarakat yang menuju pada tegaknya kepastian hukum.

Jika seseorang ditangkap, barang yang ada dalam kekuasaannya disita karena diduga ada hubungannya dengan kejahatan, proses hukumnya tidak berjalan bahkan tidak pernah tuntas, pelanggaran KUHAP merajalela, adalah merupakan salah satu bukti tidak adanya akuntabilitas law enforcement di negeri ini. Langkah-langkah untuk membangun sistem penegakan hukum yang akuntabel untuk masa yang akan datang dapat kita kemukakan antara lain :

1). Perlunya penyempurnaan atau memperbaharui serta melengkapi perangkat hukum dan perundang-undangan yang ada ; 2) Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Penegak Hukum baik dari segi moralitas dan intelektualitasnya, karena tidak sedikit Penegak Hukum yang ada saat ini, tidak paham betul idealisme hukum yang sedang ditegakkannya ; 3). Dibentuknya suatu lembaga yang independen oleh Pemerintah dimana para anggotanya terdiri dari unsur-unsur masyarakat luas yang cerdas (non Hakim aktif, Jaksa aktif dan Polisi aktif) yang bertujuan mengawasi proses penegakan hukum ( law enforcemen’ ) dimana lembaga tersebut nantinya berwenang merekomendasikan agar diberikannya sanksi bagi para penegak hukum yang melanggar moralitas hukum dan / atau melanggar proses penegakan hukum ( vide : pasal 9 ayat (1 dan 2) UU No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman , pasal 17 Jo psl. 3 ayat (2 dan 3) Jo. Psl.18 ayat (1 dan 4) UU No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) ;

4) Perlu dilakukannya standarisasi dan pemberian tambahan kesejahteraan yang memadai khususnya bagi Penegak Hukum yang digaji yaitu : Hakim, Jaksa dan Polisi ( Non Advokat ) agar profesionalisme mereka sebagai bagian terbesar penegak hukum di Indonesia diharapkan lebih fokus menegakkan hukum sesuai dari tujuan hukum itu sendiri ;. 5) Dilakukannya sosialisasi hukum dan perundang-undangan secara intensif kepada masyarakat luas sebagai konsekuensi asas hukum yang mengatakan bahwa ; “ setiap masyarakat dianggap tahu hukum ”, sekalipun produk hukum tersebut baru saja disahkan dan diundangkan serta diumumkan dalam Berita Negara. Disini peran Lembaga Bantuan Hukum atau LBH-LBH dan LSM-LSM atau lembaga yang sejenis sangat diperlukan terutama dalam melakukan “advokasi” agar hukum dan peraturan perundang-undangan dapat benar-benar disosialisasikan dan dipatuhi oleh semua komponen yang ada di negeri ini demi tercapainya tujuan hukum itu sendiri ;. 6) Membangun tekad (komitmen) bersama dalam para penegakan hukum (‘law enforcement’) yang konsisten. Komitmen ini diharapkan dapat lahir terutama yang dimulai dan diprakarsai oleh “Catur Wangsa” atau 4 unsur Penegak Hukum, yaitu : Hakim, Advokat, Jaksa dan Polisi, kemudian komitmen tersebut dapat diikuti pula oleh seluruh lapisan masyarakat ;

Namun usul langkah-langkah di atas untuk membangun sistem penegakan hukum yang akuntabel tentu tidak dapat berjalan mulus tanpa ada dukungan penuh dari Pemerintahan yang bersih (‘clean government’), karena penegakan hukum (‘law enforcement’) adalah bagian dari sistem hukum pemerintahan. Pemerintahan negara ( ‘lapuissance de executrice’) harus menjamin kemandirian institusi penegak hukum yang dibawahinya dalam hal ini institusi “Kejaksaan” dan “Kepolisian” karena sesungguhnya terjaminnya institusi penegakan hukum merupakan platform dari politik hukum pemerintah yang berupaya mengkondisi tata-prilaku masyarakat indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara agar tata-prilaku masyarakat tersebut mendukung tercapainya cita-cita bangsa Indoensia yang merupakan tujuan negara Indonesia, baik itu tujuan negara ke dalam maupun tujuan negara keluar sebagaimana terdapat atau diamanatkan dalam Pembukaan UUD NRI pada alinea ke-IV, yang intinya adalah : 1.Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia ; 2. Memajukan kesejahteraan umum ; 3. Mencerdaskan kehidupan bangsa ; dan 4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial ;

Penegakan hukum yang akuntabel merupakan dasar dan bukti bahwa Indonesia benar-benar sebagai Negara Hukum ( ‘rechtsstaat’ ). Rakyat harus diberitahu kriteria/ukuran yang dijadikan dasar untuk menilai suatu pertanggungjawaban penegakan hukum yang akuntabel. Oleh karena itu dalam membangun sistem penegakan hukum yang akuntabel perlu ada sosialisasi hukum serta penyuluhan-penyuluhan hukum secara berkelanjutan kepada masyarakat agar penegakan hukum yang akuntabel dapat diwujudkan oleh penegak hukum bersama-sama dengan masyarakat. ( Januari 2005 )
 

Akuntabilitas Law Enforcement

Posted at  22.39  |  in    |  Read More»



Akuntabilitas Law Enforcement
Oleh : Drs. M. Sofyan Lubis, SH.

Penegakan hukum yang akuntabel dapat diartikan sebagai suatu upaya pelaksanaan penegakan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, bangsa dan negara yang menyangkut atau berkaitan terhadap adanya kepastian hukum dalam sistem hukum yang berlaku, kemanfaatan hukum dan keadilan bagi masyarakat. Proses penegakan hukum tidak pula dapat dipisahkan dengan sistem hukum itu sendiri. Sedang sistem hukum dapat diartikan merupakan bagian-bagian proses / tahapan yang saling bergantung yang harus dikerjakan atau dijalankan serta dipatuhi oleh Penegak Hukum dan Masyarakat yang menuju pada tegaknya kepastian hukum.

Jika seseorang ditangkap, barang yang ada dalam kekuasaannya disita karena diduga ada hubungannya dengan kejahatan, proses hukumnya tidak berjalan bahkan tidak pernah tuntas, pelanggaran KUHAP merajalela, adalah merupakan salah satu bukti tidak adanya akuntabilitas law enforcement di negeri ini. Langkah-langkah untuk membangun sistem penegakan hukum yang akuntabel untuk masa yang akan datang dapat kita kemukakan antara lain :

1). Perlunya penyempurnaan atau memperbaharui serta melengkapi perangkat hukum dan perundang-undangan yang ada ; 2) Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Penegak Hukum baik dari segi moralitas dan intelektualitasnya, karena tidak sedikit Penegak Hukum yang ada saat ini, tidak paham betul idealisme hukum yang sedang ditegakkannya ; 3). Dibentuknya suatu lembaga yang independen oleh Pemerintah dimana para anggotanya terdiri dari unsur-unsur masyarakat luas yang cerdas (non Hakim aktif, Jaksa aktif dan Polisi aktif) yang bertujuan mengawasi proses penegakan hukum ( law enforcemen’ ) dimana lembaga tersebut nantinya berwenang merekomendasikan agar diberikannya sanksi bagi para penegak hukum yang melanggar moralitas hukum dan / atau melanggar proses penegakan hukum ( vide : pasal 9 ayat (1 dan 2) UU No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman , pasal 17 Jo psl. 3 ayat (2 dan 3) Jo. Psl.18 ayat (1 dan 4) UU No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) ;

4) Perlu dilakukannya standarisasi dan pemberian tambahan kesejahteraan yang memadai khususnya bagi Penegak Hukum yang digaji yaitu : Hakim, Jaksa dan Polisi ( Non Advokat ) agar profesionalisme mereka sebagai bagian terbesar penegak hukum di Indonesia diharapkan lebih fokus menegakkan hukum sesuai dari tujuan hukum itu sendiri ;. 5) Dilakukannya sosialisasi hukum dan perundang-undangan secara intensif kepada masyarakat luas sebagai konsekuensi asas hukum yang mengatakan bahwa ; “ setiap masyarakat dianggap tahu hukum ”, sekalipun produk hukum tersebut baru saja disahkan dan diundangkan serta diumumkan dalam Berita Negara. Disini peran Lembaga Bantuan Hukum atau LBH-LBH dan LSM-LSM atau lembaga yang sejenis sangat diperlukan terutama dalam melakukan “advokasi” agar hukum dan peraturan perundang-undangan dapat benar-benar disosialisasikan dan dipatuhi oleh semua komponen yang ada di negeri ini demi tercapainya tujuan hukum itu sendiri ;. 6) Membangun tekad (komitmen) bersama dalam para penegakan hukum (‘law enforcement’) yang konsisten. Komitmen ini diharapkan dapat lahir terutama yang dimulai dan diprakarsai oleh “Catur Wangsa” atau 4 unsur Penegak Hukum, yaitu : Hakim, Advokat, Jaksa dan Polisi, kemudian komitmen tersebut dapat diikuti pula oleh seluruh lapisan masyarakat ;

Namun usul langkah-langkah di atas untuk membangun sistem penegakan hukum yang akuntabel tentu tidak dapat berjalan mulus tanpa ada dukungan penuh dari Pemerintahan yang bersih (‘clean government’), karena penegakan hukum (‘law enforcement’) adalah bagian dari sistem hukum pemerintahan. Pemerintahan negara ( ‘lapuissance de executrice’) harus menjamin kemandirian institusi penegak hukum yang dibawahinya dalam hal ini institusi “Kejaksaan” dan “Kepolisian” karena sesungguhnya terjaminnya institusi penegakan hukum merupakan platform dari politik hukum pemerintah yang berupaya mengkondisi tata-prilaku masyarakat indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara agar tata-prilaku masyarakat tersebut mendukung tercapainya cita-cita bangsa Indoensia yang merupakan tujuan negara Indonesia, baik itu tujuan negara ke dalam maupun tujuan negara keluar sebagaimana terdapat atau diamanatkan dalam Pembukaan UUD NRI pada alinea ke-IV, yang intinya adalah : 1.Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia ; 2. Memajukan kesejahteraan umum ; 3. Mencerdaskan kehidupan bangsa ; dan 4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial ;

Penegakan hukum yang akuntabel merupakan dasar dan bukti bahwa Indonesia benar-benar sebagai Negara Hukum ( ‘rechtsstaat’ ). Rakyat harus diberitahu kriteria/ukuran yang dijadikan dasar untuk menilai suatu pertanggungjawaban penegakan hukum yang akuntabel. Oleh karena itu dalam membangun sistem penegakan hukum yang akuntabel perlu ada sosialisasi hukum serta penyuluhan-penyuluhan hukum secara berkelanjutan kepada masyarakat agar penegakan hukum yang akuntabel dapat diwujudkan oleh penegak hukum bersama-sama dengan masyarakat. ( Januari 2005 )
 

KUHAP Tidak Mengenal Putusan "Bebas Tidak Murni"
Oleh : Drs. M. Sofyan Lubis, SH.

Pasal 244 Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berbunyi, “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”. Pasal 244 KUHAP ini adalah satu-satunya landasan hukum untuk melakukan upaya hukum kasasi di dalam perkara pidana, dan seperti kita ketahui jika disimak di dalam pasal tersebut kata demi kata tidak ada kata-kata yang menerangkan putusan ‘bebas murni’ atau ‘putusan bebas tidak murni’. Bahwa memang semua putusan Pengadilan, khususnya dalam peradilan pidana terhadap pihak-pihak yang tidak puas dapat dilakukan upaya hukum, baik itu upaya hukum biasa berupa Banding dan Kasasi, maupun upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali (herziening) sebagaimana diatur di dalam Bab XVII dan Bab XVIII UU No.8 tahun 1981 tentang KUHAP.

Namun khusus untuk putusan bebas dalam pengertian “Bebas Murni” yang telah diputuskan oleh judexfactie sesungguhnya tidak dapat dilakukan upaya hukum, baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa. Ketentuan ini ditegaskan di dalam pasal 244 KUHAP sebagaimana dikutip di atas. Namun dalam praktiknya Jaksa/Penuntut Umum selalu tidak mengindahkan ketentuan ini, hampir semua putusan bebas (bebas murni) oleh Penuntut Umum tetap dimajukan kasasi. Jika dicermati sebenarnya di dalam pasal 244 KUHAP tidak membedakan apakan putusan bebas tersebut murni atau tidak, yang ada hanya “Putusan Bebas”. Tapi dalam praktiknya telah dilakukan dikotomi, yaitu putusan bebas murni atau bebas tidak murni, entah dari mana dan siapa yang melakukan dikotomi per istilah an tersebut. Yang jelas Penuntut Umum beranggapan putusan yang ‘bebas tidak murni’ dapat dilakukan upaya hukum kasasi.

Adapun tentang alasan Jaksa/Penuntut Umum yang tetap mengajukan kasasi terhadap putusan bebas murni selalu mengambil berdalih, antara lain : 1) Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi (Judexfactie) telah salah menerapkan hukum pembuktian sebagaimana dimaksud dalam pasal 185 ayat (3) dan ayat (6) KUHAP ; 2) Cara mengadili yang dilakukan Judexfactie tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-undang ; 3) Putusan Judexfactie bukan merupakan putusan bebas murni (vrijspraak), melainkan putusan “bebas tidak murni”.

Sedangkan dalil hukum yang digunakan Jaksa/Penuntut Umum dalam memajukan kasasi terhadap putusan bebas adalah selalu sama yaitu mengacu pada Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.14-PW.07.03 tahun 1983 tanggal 10 Desember 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP (TPP KUHAP) yang di dalam butir ke-19 TPP KUHAP tersebut ada menerangkan, “ Terdahadap putusan bebas tidak dapat dimintakan banding; tetapi berdasarkan situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakan kasasi. Hal ini didasarkan yurisprudensi ”.

Intinya TPP KUHAP ini menegaskan perlunya Yurisprudensi yang dijadikan rujukan atau referensi untuk mengajukan kasasi terhadap putusan bebas. Jadi kalau dipertanyakan apa kriteria TPP KUHAP terhadap kalimat “.. berdasarkan situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakan kasasi.” TPP KUHAP tidak memberikan kriteria yang tegas selain hanya berdasarkan penafsiran sepihak dari Jaksa/Penuntut Umum. Padahal kita sangat tahu betul bahwa TPP KUHAP adalah merupakan Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.14-PW.07.03 tahun 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP (TPP KUHAP) dan Keputusan Menteri Kehakiman ini derajadnya jauh di bawah Undang-undang, dalam hal ini adalah UU No.8 tahun 1981 tentang KUHAP yang merupakan produk Legislatif dan eksekutif. Sehingga TPP KUHAP yang berkaitan tentang itu isinya bertentangan dengan KUHAP itu sendiri, sehingga upaya hukum yang dilakukan oleh Penuntut Umum terhadap putusan bebas adalah cacat hukum dan tidak boleh ditoleransi.

Secara hukum dapat dipastikan TPP KUHAP dan Yurisprudensi tidak cukup kuat atau tidak dapat lagi dijadikan dalil hukum bagi Jaksa/Penuntut Umum untuk melakukan kasasi terhadap putusan bebas sebagaimana dimaksud di dalam pasal 244 KUHAP tersebut, karena TPP KUHAP yang merupakan produk Keputusan Menteri Kehakiman dan Putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap yang telah menjadi yurisprudensi sejak tahun 2000 bukan merupakan sumber tertib hukum yang berlaku di Indonesia.

Dalam TAP MPR RI No. III tahun 2000 telah menetapkan Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan sebagai Sumber Tertib Hukum yang berlaku di Indonesia, yaitu : 1) UUD 1945 ; 2) Ketetapan MPR RI ; 3) Undang-undang ; 4).Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (perpu) ; 5).Peraturan Pemerintah ; 6) Keputusan Presiden yang Bersifat Mengatur ; dan 7). Peradturan daerah ;.

Yurisprudensi dalam putusan bebas tidak dapat dijadikan dalil hukum oleh Jaksa/Penuntut Umum, apalagi jika mengingat banyaknya Hakim di dalam memutuskan suatu perkara menganut asas “opportunity” yang pada gilirannya mengakibatkan tidak tegasnya apakah yurisprudensi dapat menjadi sumber hukum atau tidak. Dimana hal ini terjadi dikarenakan di satu sisi mereka (Hakim) dalam memutus perkara mengikuti aliran Legisme, dengan alasan tidak boleh menyimpang dari apa yang diatur oleh Undang-undang, namun di lain sisi mereka mengikuti Aliran “Rechtsvinding” dengan alasan menyelaraskan Undang-undang dengan tuntutan zaman. Bahkan tidak jarang terjadi di dalam praktiknya asas “opportunity” melahirkan kecenderungan didasarkan pada kepentingan pribadi dari Hakim yang bersangkutan, sehingga sudah saatnya kedudukan “Yurisprudensi” harus ditertibkan kepada tujuannya semula yaitu, Yurisprudensi hanya dapat dijadikan referensi dan berguna untuk mengisi kekosongan hukum ketika dalam suatu perkara atau upaya hukum belum ada aturan hukum atau Peraturan perundang-undangan yang secara tegas mengaturnya.

Tegasnya dalil hukum yang dijadikan dasar oleh penuntut umum untuk selalu memajukan kasasi terhadap “putusan bebas”, di samping bertentang dengan TAP MPR RI No.III tahun 2000 tentang Tertib Hukum yang berlaku di Indonesia, juga bertentang dengan Asas Hukum Universal yaitu, Lex superior derogat legi lex inferiori (asas yang menegaskan bahwa hukum yang lebih tinggi kedudukannya mengesampingkan hukum yang lebih rendah kududukannya )

KUHAP Tidak Mengenal Putusan "Bebas Tidak Murni"

Posted at  22.37  |  in    |  Read More»

KUHAP Tidak Mengenal Putusan "Bebas Tidak Murni"
Oleh : Drs. M. Sofyan Lubis, SH.

Pasal 244 Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berbunyi, “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”. Pasal 244 KUHAP ini adalah satu-satunya landasan hukum untuk melakukan upaya hukum kasasi di dalam perkara pidana, dan seperti kita ketahui jika disimak di dalam pasal tersebut kata demi kata tidak ada kata-kata yang menerangkan putusan ‘bebas murni’ atau ‘putusan bebas tidak murni’. Bahwa memang semua putusan Pengadilan, khususnya dalam peradilan pidana terhadap pihak-pihak yang tidak puas dapat dilakukan upaya hukum, baik itu upaya hukum biasa berupa Banding dan Kasasi, maupun upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali (herziening) sebagaimana diatur di dalam Bab XVII dan Bab XVIII UU No.8 tahun 1981 tentang KUHAP.

Namun khusus untuk putusan bebas dalam pengertian “Bebas Murni” yang telah diputuskan oleh judexfactie sesungguhnya tidak dapat dilakukan upaya hukum, baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa. Ketentuan ini ditegaskan di dalam pasal 244 KUHAP sebagaimana dikutip di atas. Namun dalam praktiknya Jaksa/Penuntut Umum selalu tidak mengindahkan ketentuan ini, hampir semua putusan bebas (bebas murni) oleh Penuntut Umum tetap dimajukan kasasi. Jika dicermati sebenarnya di dalam pasal 244 KUHAP tidak membedakan apakan putusan bebas tersebut murni atau tidak, yang ada hanya “Putusan Bebas”. Tapi dalam praktiknya telah dilakukan dikotomi, yaitu putusan bebas murni atau bebas tidak murni, entah dari mana dan siapa yang melakukan dikotomi per istilah an tersebut. Yang jelas Penuntut Umum beranggapan putusan yang ‘bebas tidak murni’ dapat dilakukan upaya hukum kasasi.

Adapun tentang alasan Jaksa/Penuntut Umum yang tetap mengajukan kasasi terhadap putusan bebas murni selalu mengambil berdalih, antara lain : 1) Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi (Judexfactie) telah salah menerapkan hukum pembuktian sebagaimana dimaksud dalam pasal 185 ayat (3) dan ayat (6) KUHAP ; 2) Cara mengadili yang dilakukan Judexfactie tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-undang ; 3) Putusan Judexfactie bukan merupakan putusan bebas murni (vrijspraak), melainkan putusan “bebas tidak murni”.

Sedangkan dalil hukum yang digunakan Jaksa/Penuntut Umum dalam memajukan kasasi terhadap putusan bebas adalah selalu sama yaitu mengacu pada Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.14-PW.07.03 tahun 1983 tanggal 10 Desember 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP (TPP KUHAP) yang di dalam butir ke-19 TPP KUHAP tersebut ada menerangkan, “ Terdahadap putusan bebas tidak dapat dimintakan banding; tetapi berdasarkan situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakan kasasi. Hal ini didasarkan yurisprudensi ”.

Intinya TPP KUHAP ini menegaskan perlunya Yurisprudensi yang dijadikan rujukan atau referensi untuk mengajukan kasasi terhadap putusan bebas. Jadi kalau dipertanyakan apa kriteria TPP KUHAP terhadap kalimat “.. berdasarkan situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakan kasasi.” TPP KUHAP tidak memberikan kriteria yang tegas selain hanya berdasarkan penafsiran sepihak dari Jaksa/Penuntut Umum. Padahal kita sangat tahu betul bahwa TPP KUHAP adalah merupakan Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.14-PW.07.03 tahun 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP (TPP KUHAP) dan Keputusan Menteri Kehakiman ini derajadnya jauh di bawah Undang-undang, dalam hal ini adalah UU No.8 tahun 1981 tentang KUHAP yang merupakan produk Legislatif dan eksekutif. Sehingga TPP KUHAP yang berkaitan tentang itu isinya bertentangan dengan KUHAP itu sendiri, sehingga upaya hukum yang dilakukan oleh Penuntut Umum terhadap putusan bebas adalah cacat hukum dan tidak boleh ditoleransi.

Secara hukum dapat dipastikan TPP KUHAP dan Yurisprudensi tidak cukup kuat atau tidak dapat lagi dijadikan dalil hukum bagi Jaksa/Penuntut Umum untuk melakukan kasasi terhadap putusan bebas sebagaimana dimaksud di dalam pasal 244 KUHAP tersebut, karena TPP KUHAP yang merupakan produk Keputusan Menteri Kehakiman dan Putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap yang telah menjadi yurisprudensi sejak tahun 2000 bukan merupakan sumber tertib hukum yang berlaku di Indonesia.

Dalam TAP MPR RI No. III tahun 2000 telah menetapkan Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan sebagai Sumber Tertib Hukum yang berlaku di Indonesia, yaitu : 1) UUD 1945 ; 2) Ketetapan MPR RI ; 3) Undang-undang ; 4).Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (perpu) ; 5).Peraturan Pemerintah ; 6) Keputusan Presiden yang Bersifat Mengatur ; dan 7). Peradturan daerah ;.

Yurisprudensi dalam putusan bebas tidak dapat dijadikan dalil hukum oleh Jaksa/Penuntut Umum, apalagi jika mengingat banyaknya Hakim di dalam memutuskan suatu perkara menganut asas “opportunity” yang pada gilirannya mengakibatkan tidak tegasnya apakah yurisprudensi dapat menjadi sumber hukum atau tidak. Dimana hal ini terjadi dikarenakan di satu sisi mereka (Hakim) dalam memutus perkara mengikuti aliran Legisme, dengan alasan tidak boleh menyimpang dari apa yang diatur oleh Undang-undang, namun di lain sisi mereka mengikuti Aliran “Rechtsvinding” dengan alasan menyelaraskan Undang-undang dengan tuntutan zaman. Bahkan tidak jarang terjadi di dalam praktiknya asas “opportunity” melahirkan kecenderungan didasarkan pada kepentingan pribadi dari Hakim yang bersangkutan, sehingga sudah saatnya kedudukan “Yurisprudensi” harus ditertibkan kepada tujuannya semula yaitu, Yurisprudensi hanya dapat dijadikan referensi dan berguna untuk mengisi kekosongan hukum ketika dalam suatu perkara atau upaya hukum belum ada aturan hukum atau Peraturan perundang-undangan yang secara tegas mengaturnya.

Tegasnya dalil hukum yang dijadikan dasar oleh penuntut umum untuk selalu memajukan kasasi terhadap “putusan bebas”, di samping bertentang dengan TAP MPR RI No.III tahun 2000 tentang Tertib Hukum yang berlaku di Indonesia, juga bertentang dengan Asas Hukum Universal yaitu, Lex superior derogat legi lex inferiori (asas yang menegaskan bahwa hukum yang lebih tinggi kedudukannya mengesampingkan hukum yang lebih rendah kududukannya )

About-Privacy Policy-Contact us
Copyright © 2013 Official Web: Kewarganegaraan. smp ymik. Distributed By Blogger Themes | Blogger Template by Bloggertheme9
Proudly Powered by Blogger.
back to top